LUPA ILMU YANG TELAH DIPELAJARI
Oleh
Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Ali Syaikh
Pertanyaan.
Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Ali Syaikh ditanya : Saya telah menuntut ilmu beberapa tahun, tetapi ilmu yang saya pelajari tidak dapat kokoh menetap (dalam hati) dan saya tidak merasakan faedahnya ?! Nasehatilah kami!
Jawaban
Jangan mengatakan saya tidak dapat faedahnya, karena seorang penuntut ilmu itu berada dalam suatu ibadah, dan tujuan menuntut ilmu itu adalah ridho Allah Jalla Jalaluhu atas hamba, dan kalian telah mengetahui (sebuah hadits) seorang lelaki yang datang dalam keadaan bertaubat dan malaikat maut datang untuk menjemput nyawanya. Maka malaikat rahmat dan malaikat azab berselisih tentang keadaan orang tersebut. Malaikat rahmat berkata : “Ia datang dalam keadaan bertaubat menghadapkan hatinya kepada Allah Jalla Jalaluhu, sedangkan malaikat azab berkata : “Ia belum beramal sedikitpun. Lalu datanglah malaikat dalam bentuk manusia, malaikat rahmat dan malaikat azab menjadikannya sebagai hakim. Malaikat itu berkata : “Ukurlah di antara dua tempat (tempat yang dituju dan tempat yang ditinggalkan), jika dekat dengan salah satu dari dua tempat itu maka ia termasuk golongannya. Merekapun mengukur dan didapati bahwa orang yang bertaubat lebih dekat dengan tempat yang dituju, maka malaikat rahmatpun membawanya. Lelaki yang bertaubat ini diampuni, Karena perginya ia (ke tempat kebaikan) dinilai baik baginya.
Dengan demikian langkah penuntut ilmu adalah ibadah, sebagaimana langkah seorang yang behijrah untuk bertaubat ke negeri yang baik. Dan menuntut ilmu lebih baik bagimu dari melakukan shalah sunnah, atau ibadah-ibadah sunnah lainnya. Oleh sebab itu kita harus mempunyai niat yang baik, dan bukanlah tujuan menuntut ilmu agar anda menjadi seorang alim atau tetap sebagai penuntut ilmu. Akan tetapi tujuan engkau menuntut ilmu adalah menghilangkan kebodohan dari dirimu, dan agar beribadah kepada Allah Jalla Jalaluhu dengan ibadah yang benar, dan anda selamat dari syubhat, selamat dari cinta kemashuran.
Allah berfirman.
“Artinya “ Pada hari harta dan anak tidak berguna, kecuali orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih” [Asy-Syu’araa : 88-89]
“Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, kami tidak menyia-nyiakan amal orang yang berbuat baik” [Al-Kahfi : 30]
Dan jika anda tidak dapat memberi manfaat kecuali hanya dirimu dan keluargamu, tentulah yang demikian itu terdapat kebaikan yang banyak.
KELUARNYA WANITA UNTUK MENDAPATKAN ILMU
Pertanyaan.
Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Ali Syaikh ditanya : Apakah hukum keluarnya wanita untuk mendapatkan ilmu dari sekolah-sekolah atau untuk mengajar? Demikian juga perginya mereka ke tempat-tempat menghafal Al-Qur’an?
Jawaban
Pada dasarnya wanita itu saudara kaum lelaki dalam beban dan kewajiban syariat serta dalam perkara-perkara syariat yang dikehendaki dari mereka. Wanita itu seperti laki-laki dalam kewajiban-kewajiban agama kecuali pada hukum yang dikhususkan untuk wanita dan penuntut ilmu. Wanitapun diarahkan untuk menuntut ilmu dan berupaya dengan sungguh-sungguh untuk menuntut ilmu, akan tetapi dengan syarat-syarat yang sesuai dengan syariat diantaranya dengan seizin walinya, dan tidak ada padanya perkara-perkara yang tidak terpuji, tidak melalaikan pekerjaan/tugas di rumah suaminya atau pada anak-anaknya dan lainnya. Jika terpenuhi syarat-syarat tersebut dan tidak ada penghalangnya, maka upaya seorang wanita dalam menuntut ilmu mempunyai fadhilah yang besar.
Pada saat ini kita membutuhkan para wanita untuk pendidikan dan dakwah. Karena banyaknya wanita-wanita pendatang, dan karena kebutuhan wanita pada bidang ini, mudah-mudahan Allah Jalla Jalaluhu memberi petunjuk kepada mereka. Oleh karena itu saya wasiatkan kepada para wanita agar menuntut ilmu, akan tetapi hendaknya menuntut ilmu yang batasannya nafilah (tambahan) bagi mereka, tidak didahulukan dari kewajiban yang harus mereka tunaikan.
Karena sebagian wanita, kadang-kadang menelantarkan suaminya, atau rumahnya, atau anak-anaknya dan lainnya. Maka akibatnya timbul perkara-perkara yang tidak terpuji. Oleh sebab itu hendaklah seorang wanita menimbang-nimbang dalam masalah ini dan mendapatkan maslahat hingga tertolaklah kerusakan, dan bagi wanita akan mendapat pahala sesuai dengan niatnya –insya Allah-.
[Disalin dari Majalah Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah, Edisi 02 Dzulqo’dah 1423/Januari 2003. Diterbitkan : Ma’had Ali Al-Irsyad Jl Sultan Iskandar Muda 45 Surabaya]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar