Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Ada fenomena di kalangan para pemuda, yang mana mereka mengatakan, "Kami tidak mengikuti apa pun dari madzhab yang empat, tapi kami berijtihad seperti mereka, berbuat seperti yang mereka lakukan dan tidak merujuk kepada hasil ijtihad mereka." Bagaimana pendapat Syaikh tentang fenomena ini dan apa saran Syaikh untuk mereka?
Jawaban
Perkataan ini kadang tidak disukai oleh sebagian orang, namun maknanya benar bagi yang berkompeten, karena manusia tidak diwajibkan meniru orang lain (taqlid). Adapun orang yang mengatakan, "Wajib meniru para imam yang empat." Adalah ucapan yang keliru, karena tidak wajib meniru mereka, tapi yang seharusnya adalah mempertimbangkan pendapat mereka dan juga pendapat lain dari para imam lainnya dengan menganalisa kitab-kitab mereka dan dalil-dalil yang mereka kemukakan serta apa yang disimpulkan oleh penuntut ilmu yang alim dan lurus.
Adapun yang ilmunya terbatas, ia tidak layak berijtihad, tapi harus bertanya kepada ahli ilmu dan mengerti agama lalu mengamalkan apa yang mereka tunjukkan kepadanya, sehingga dengan begitu ia menjadi berkompeten dan memahami jalan yang ditempuh oleh para ulama, mengetahui hadits-hadits yang shahih dan yang dha'if, serta sarana-sarana untuk mengetahui dalam ilmu musthalah hadits, mengetahui ushul fiqh dan apa-apa yang telah ditetapkan oleh para ulama dalam masalah ini. Dengan begitu ia bisa mengambil faedah dari itu semua, bisa memilih dalil yang kuat di antara dalil-dalil yang diperselisihkan orang. Adapun perkara yang telah disepakati para ulama, masalahnya sudah jelas, tidak boleh seorang pun menyelisihinya, sedangkan yang dianalisa adalah yang diperselisihkan oleh para ulama.
Kemudian dari itu, yang wajib dilakukan dalam masalah ini adalah mengembalikan permasalahan kepada Allah dan Rasul-Nya, Allah Subhanahu wa Ta'ala befirman.
"Artinya : Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. " [An-Nisa: 59]
Dalam ayat lain disebutkan.
"Artinya : Tentang sesuatu apa pun kamu berselisih, maka putusannya (terserah) kepada Allah." [Asy-Syura: 10]
Adapun berijtihad dalam kondisi yang sebenarnya tidak mampu melakukannya, ini termasuk kekeliruan yang besar. Namun demikian, tetap harus dipelihara motivasi yang tinggi dalam menuntut ilmu, berijtihad dan mencari tahu serta menempuh cara para ahlul ilmi.
Berikut ini adalah jalan-jalan ilmu : Mempelajari hadits, ushul hadits, fiqh dan ushul fiqh, bahasa Arab dan tata bahasanya, sirah Nabi dan sejarah Islam.
Hal-hal tersebut digunakan alat untuk mentarjih yang rajih dalam masalah-masalah yang diperselisihkan dengan tetap bersikap hormat terhadap para ahlul ilmi dan menempuh cara mereka yang baik dan mengkaji ucapan dan kitab-kitab mereka yang baik serta dalil-dalil dan bukti-bukti yang mereka jelaskan dalam menguatkan pendapat mereka dan menolak apa-apa yang mereka bantah.
Dengan begitu, seorang penuntut ilmu telah bersikap benar untuk mengenai kebenaran, jika ia ikhlas karena Allah dan menyerahkan daya upayanya untuk mencari kebenaran dengan tidak menyombongkan diri. Allah Yang Maha suci sumber segala petunjuk.
[Majalah Al-Buhuts Al-lslamiyyah, edisi 47, hal. 160-161, Syaikh Ibnu Baz]
[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al Masa’il Al-Ashriyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini,Penyusun Khalid Al-Juraisiy, Penerjemah Musthofa Aini, Penerbit Darul Haq]
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Ada fenomena di kalangan para pemuda, yang mana mereka mengatakan, "Kami tidak mengikuti apa pun dari madzhab yang empat, tapi kami berijtihad seperti mereka, berbuat seperti yang mereka lakukan dan tidak merujuk kepada hasil ijtihad mereka." Bagaimana pendapat Syaikh tentang fenomena ini dan apa saran Syaikh untuk mereka?
Jawaban
Perkataan ini kadang tidak disukai oleh sebagian orang, namun maknanya benar bagi yang berkompeten, karena manusia tidak diwajibkan meniru orang lain (taqlid). Adapun orang yang mengatakan, "Wajib meniru para imam yang empat." Adalah ucapan yang keliru, karena tidak wajib meniru mereka, tapi yang seharusnya adalah mempertimbangkan pendapat mereka dan juga pendapat lain dari para imam lainnya dengan menganalisa kitab-kitab mereka dan dalil-dalil yang mereka kemukakan serta apa yang disimpulkan oleh penuntut ilmu yang alim dan lurus.
Adapun yang ilmunya terbatas, ia tidak layak berijtihad, tapi harus bertanya kepada ahli ilmu dan mengerti agama lalu mengamalkan apa yang mereka tunjukkan kepadanya, sehingga dengan begitu ia menjadi berkompeten dan memahami jalan yang ditempuh oleh para ulama, mengetahui hadits-hadits yang shahih dan yang dha'if, serta sarana-sarana untuk mengetahui dalam ilmu musthalah hadits, mengetahui ushul fiqh dan apa-apa yang telah ditetapkan oleh para ulama dalam masalah ini. Dengan begitu ia bisa mengambil faedah dari itu semua, bisa memilih dalil yang kuat di antara dalil-dalil yang diperselisihkan orang. Adapun perkara yang telah disepakati para ulama, masalahnya sudah jelas, tidak boleh seorang pun menyelisihinya, sedangkan yang dianalisa adalah yang diperselisihkan oleh para ulama.
Kemudian dari itu, yang wajib dilakukan dalam masalah ini adalah mengembalikan permasalahan kepada Allah dan Rasul-Nya, Allah Subhanahu wa Ta'ala befirman.
"Artinya : Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. " [An-Nisa: 59]
Dalam ayat lain disebutkan.
"Artinya : Tentang sesuatu apa pun kamu berselisih, maka putusannya (terserah) kepada Allah." [Asy-Syura: 10]
Adapun berijtihad dalam kondisi yang sebenarnya tidak mampu melakukannya, ini termasuk kekeliruan yang besar. Namun demikian, tetap harus dipelihara motivasi yang tinggi dalam menuntut ilmu, berijtihad dan mencari tahu serta menempuh cara para ahlul ilmi.
Berikut ini adalah jalan-jalan ilmu : Mempelajari hadits, ushul hadits, fiqh dan ushul fiqh, bahasa Arab dan tata bahasanya, sirah Nabi dan sejarah Islam.
Hal-hal tersebut digunakan alat untuk mentarjih yang rajih dalam masalah-masalah yang diperselisihkan dengan tetap bersikap hormat terhadap para ahlul ilmi dan menempuh cara mereka yang baik dan mengkaji ucapan dan kitab-kitab mereka yang baik serta dalil-dalil dan bukti-bukti yang mereka jelaskan dalam menguatkan pendapat mereka dan menolak apa-apa yang mereka bantah.
Dengan begitu, seorang penuntut ilmu telah bersikap benar untuk mengenai kebenaran, jika ia ikhlas karena Allah dan menyerahkan daya upayanya untuk mencari kebenaran dengan tidak menyombongkan diri. Allah Yang Maha suci sumber segala petunjuk.
[Majalah Al-Buhuts Al-lslamiyyah, edisi 47, hal. 160-161, Syaikh Ibnu Baz]
[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al Masa’il Al-Ashriyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini,Penyusun Khalid Al-Juraisiy, Penerjemah Musthofa Aini, Penerbit Darul Haq]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar